Get Lost in Bangkok part 2

Sunday, August 30, 2015

belakangan semangat nulis lagi turun karena pikiran ngerasa stuck. bingung apa yang mau ditulis. padahal ada begitu banyak hal yang bisa ditulis. ditambah lagi laptop mendekati ajalnya jadi tambah males karena media untuk menulisnya aja ngga ada. tapi sejak ikutan bedah buku di Kementerian PUPR beberapa hari lalu soal super speed reading sih sebenernya jadi agak semangat lagi untuk menulis walaupun medianya belum ada. daannn akhirnya seseorang datang menyelamatkan. hahaha, berbekal laptop punya Mas Mizan (orangnya minta ditulis namanya :D) jadi sekarang saya lanjut lagi yaa cerita perjalanan saya dan donna di Bangkok.

Jumat,14 Agustus 2015.

hari kedua kita di Bangkok dan lebih dari siap untuk menjelajah kota ini berbekal peta yang kita minta dari resepsionis hotel. setelah sarapan pop mie yang kita bawa dari Jakarta demi penghematan akhirnya kita siap untuk menantang Bangkok. tsailaahh..

menurut itinerary hari ini kita akan ke Wat Sakhet sekaligus Golden Mountain, Giant Swing plus Wat Suthat, kemudian ke Wat Pho, Wat Arun, dan Sanam Luang. semua tempat wisata itu terletak saling berdekatan di peta dan mikirnya bisa laah sekali jalan kita kunjungi.

pukul setengah 9 pagi kita pun keluar hotel menuju tempat pertama yang terletak cukup dekat dari hotel yaitu Wat Sakhet dan Golden Mountain. keluar dari hotel, ya Allah ya Rabbiiiii panas bangaaatttt ya Bangkok. beuh mantap lah panasnya. kalo dirasa-rasa lebih panas dari Jakarta. karena udah ngga bisa mundur lagi, ya sudah kita jalan menyusuri jalan Bamrung Muang sampai bertemu intersection-apalah-lupa-namanya, yang jelas perempatan pertama dari hotel kita itu belok kanan dan ngga lama sampe di Wat Sakhet. jalan kaki kurang lebih 10 menitan dari hotel, deket ternyata.

Wat Sakhet Ratcha Wora Maha Wihan atau biasa disebut dengan Wat Sakhet atau Golden Mountain merupakan salah satu kuil Budha dari ratusan kuil yang ada di Bangkok. dan karena Wat Sakhet ini adalah tempat ibadah maka sudah barang tentu kita akan menemui mereka yang datang untuk beribadah di sana. tidak sekedar jalan-jalan seperti kami berdua. saat kita sampai di Wat Sakhet sedang ada semacam sembahyang gitu. demi menghormati mereka, kita tidak masuk ke area kuil.

untuk masuk ke area Wat Sakhet kita tidak dipungut bayaran atau gratis. asal jangan lupa dengan tata tertibnya yaa. seperti memakai pakaian yang sopan dan tidak terlalu terbuka.

jejeran patung Budha di Wat Sakhet


  Salah satu stupa di Wat Sakhet

 Wat Sakhet

 panyaaass~

meet my travelmate, Donna Fyani Magriza

kita ngga lama di Wat Sakhet, karena jujur aja males mengeksplore tempat ini karena cuaca panas. dari Wat Sakhet kita melanjutkan perjalanan ke Golden Mountain yang letaknya ada di belakang Wat Sakhet dan masih termasuk ke dalam kompleks Wat Sakhet, petunjuk untuk menuju ke Golden Mountain juga jelas banget kok, jadi ngga sampe 5 menit kita udah sampe di tangga pertama menuju Golden Mountain. 

Golden Mountain adalah stupa berwarna keemasan dan untuk mencapainya kita harus menaiki ratusan anak tangga. somehow, kita bisa ngerasa cepet capek dan kadang-kadang ngga ketika menaiki tangga menuju Golden Mountain. kenapa? karena mereka mendesain tangganya super landai. untuk laki-laki mungkin bisa menaiki 2-3 anak tangga sekaligus saking landainya. sama seperti Wat Sakhet, Golden Mountain juga merupakan kuil aktif yang masih digunakan untuk beribadah. masih banyak orang lokal Thailand dan para biksu yang beribadah di atas sana. 

untuk menuju ke puncak Golden Mountain kita bisa aja langsung naik tanpa membayar tiket. tapi tetap saja di sana ada tulisan kalo foreign tourist diminta membayar THB20. latihan kejujuran nih buat turis-turis Indonesia yang punya wajah dan perawakan mirip orang Thailand. karena kadang mereka tidak bisa membedakan apakah kita orang Thailand atau Indonesia. kebanyakan tempat wisata di Thailand memberlakukan free pass untuk orang Thailand-nya dan sering dimanfaatkan oleh turis Indonesia untuk masuk secara gratis juga ke tempat-tempat tersebut.

baiklah, sebagai turis yang jujur, saya dan donna akhirnya membayar THB20 untuk naik ke atas. laluu dimulailah perjuangan kita naik tangga ke Golden Mountain. cuaca yang panas lumayan adem sih sama suara-suara doa dari pengeras suara di sepanjang tangga yang kita naiki. walaupun ngga ngerti bahasanya tapi adem aja rasanya. apa efek doa selalu seperti itu tidak peduli agamanya apa? di tengah perjalanan itu ada kafe juga namanya Golden Mountain Cafe. 15 menit kemudian akhirnya kita sudah sampai di atas. sampai di dalam Golden Mountain kita bisa masuk ke dalam kuilnya dan melihat mereka yang sedang beribadah.

untuk masuk ke kuilnya kita tidak diharuskan membuka sepatu karena ada peringatan juga melalui pengeras suara, "do not open your shoes". tapi ngeliat orang-orang pada buka sepatu bikin bingung juga yaa. yaudahlah kita buka sepatu aja deh..


tangga menuju Golden Mountain

Golden Mountain

view dari atas Golden Mountain

please be quite. they are praying..

you safe my life there, dear caramel macchiato

jam sudah menunjukkan pukul 1 siang ketika kita keluar dari kompleks Wat Sakhet dan Golden Mountain. kita lalu jalan kaki lagi. sesuai dengan itinerary, kita menuju Giant Swing dan Wat Suthat. jaraknya juga tidak begitu jauh dari Golden Mountain. ah iyaa kita akhirnya menyerah pada cuaca panas Bangkok, untuk menghalau panas itu kita akhirnya beli topi.

10 menit jalan kaki sampailah kita di Giant Swing. kesan pertama adalah oohhh gini doang toh Giant Swing. karena panas, kita ngga foto-foto dulu. pikir kita sih, yaa nanti aja deh sore-sorean. di sebelah Giant Swing itu ada Wat Suthat. dan mulailah di sini scamming (penipuan) bertebaran. hampir aja kena scamming sama yang bilang kalo Wat Suthat itu lagi tutup dan dia menawarkan untuk mengantar kita pakai tuk-tuk ke tempat wisata lainnya di sekitar sana. tapi karena udah sempet baca soal scamming ini sebelum berangkat ke Bangkok akhirnya kita tau ilmunya dan memilih mengabaikan si bapak tadi. akibatnya yaa kita jadi ngga masuk ke Wat Suthat dan memilih melanjutkan perjalanan ke Wat Pho, one of the famous tourist attraction in Bangkok.

oh yaa soal scamming ini memang katanya banyak banget kasusnya. jadi mereka biasanya mendekati turis dengan dalih bahwa tempat wisata yang kita tuju ini lagi tutup atau kadang menawarkan untuk tur keliling Bangkok dengan menggunakan tuk-tuk. di sini perlu hati-hati karena berdasarkan beberapa blog yang saya baca ketika kita keliling Bangkok menggunakan tuk-tuk dari pelaku scamming ini nanti kita akan dibawa ke satu tempat, sentra aksesoris gitu katanya dan dipaksa membeli aksesoris di sana yang terbuat dari silver kalau tidak salah dengan harga yang mahal dan kita dipaksa untuk membelinya. jadi be aware yaa buat yang mau ke Bangkok.

back, jalan ke Wat Pho memang agak jauh, ada sekitar 20-30 menit jalan kaki dari Giant Swing tadi. sepanjang jalan perut udah keroncongan minta diisi. apa daya sepanjang jalan itu juga kita ngga nemu conveniont store macem sevel gitu dan ngga bisa sembarangan makan yang dijual dipinggir jalan karena belum pasti kehalalannya. tiba di Wat Pho sebenernya udah gemeteran karena laper, ditambah lagi saya sama donna ini sama-sama punya maag. daripada makin parah kita memutuskan untuk tidak masuk ke Wat Pho dan berjalan lurus terus dengan tujuan mencari sevel. jalaaannn terus sampai di sebuah dermaga yaitu Tha Tien Pier. di sana juga banyak yang jual makanan, tapi kita takut dengan kehalalannya dan akhirnya milih buat beli buah-buahan untuk mengganjal perut. dan makan di taman samping dermaga tersebut sambil memandangi Sungai Chao Praya yang membelah di depan mata (romantis banget kan).

setelah cukup kenyang, kita akhirnya menyusun strategi lagi. kalo mau ngikutin itinerary ke Wat Pho dulu baru ke Wat Arun, maka kita harus bolak-balik 2x karena posisi kita saat ini sudah dipinggir dermaga. setelah menimbang-nimbang sejenak soal kemana duluan dan efisiensi waktu juga, saya dan donna memutuskan untuk ke Wat Arun lebih dulu baru ke Wat Pho. itung-itung sekalian jalan pulang juga. akhirnya kita nyebrang menggunakan boat dari Tha Tien Pier ke dermaga yang langsung terhubung ke Wat Arun (lupa namanya, euy). bayar boatnya THB3.

sampai di Wat Arun ternyata lagi rekonstruksi gitu. hiks sedih, tapi masih tetep dibuka sih buat umum, cuma pemandangannya ngga cantik aja. liat-liat keadaan candinya dari luar. donna udah ngga berminat buat masuk karena lagi direkonstruksi. kalo saya sih masih semangat buat masuk. walaupun badan capek dan cuaca panas ngga karuan. sambil nungguin donna mengambil keputusan, kita liat-liat ke tempat cinderamata gitu. eehhh malah ditarik untuk foto pake pakaian tradisional Thailand. dengan THB100 kita udah bisa sewa semua perlengkapannya. btw, penyewanya dan beberapa penjual cinderamata di sana bisa sedikit bahasa Indonesia. mereka aja nawarin sewa bajunya pake bahasa Indonesia, "lima puluh ribu rupiah, lima puluh ribu rupiah". oh btw, untuk masuk Wat Arun kita dikenakan biaya THB50 per orang.


sawadee kab

Wat Arun is under construction

i am walking towards you :p

Chao Praya River

dari Wat Arun kita balik lagi ke Wat Pho. menyebrangi Chao Praya lagi dengan boat. kemudian jalan kaki sekitar 5 menit dan sampailah kita di Wat Pho lagi. Wat Pho jadi salah satu tempat paling terkenal di Bangkok, terutama karena Patung Budha Tidur-nya. dengan THB100 kita udah bisa keliling di dalam kompleks Wat Pho yang luasnya naudzubillah luas bangat.

buat foto di sini aja harus antri dulu

konon katanya permohonan kita akan terkabul kalau jumlah koin yang kita ambil sesuai dengan banyaknya cawan-cawan ini. sayang kemarin sisa koin yang diambil berlebih, banyak pula ):

anak-anak Bangkok sedang berlatih futsal di halaman sekolahnya. iyaa di dalam kompleks Wat Pho ada sekolahannya


keluar dari Wat Pho, jam sudah menunjukkan pukul setengah 6 sore. meskipun matahari masih bersinar terik, tapi kompleks kuil ini sudah harus tutup. saya dan donna pun berjalan pulang kembali ke hotel. lelah, gerah, dan panas jangan ditanya lagi. udah pasti banget itu. jalan juga udah mulai terseok-seok (beneran loh) karena kaki udah dipake jalan seharian. ketika kita lagi jalan kembali ke hotel, melihat sebuah taman yang ramai oleh warga yang sedang berolah raga, kita memutuskan untuk istirahat sebentar di taman itu karena kaki udah kram banget buat jalan.

pas lagi enak-enaknya duduk, tiba-tiba bapak-bapak yang duduk di sebelah saya nyolek-nyolek sambil ngomong pake bahasa Thai. laah mana ngarti yaa. saya sama donna pandang-pandangan nerjemahin maksudnya si bapak ini. "speak English please, speak English. we are not Thai" kata saya ke si bapak. si bapak tetep aja ngomong pake bahasa Thai sambil tangannya ngasih kode buat berdiri gitu. saya liat ke sekeliling pada hening semua orang-orang yang lari dan berdiri di tempatnya masing. setelah saya engeh-in lagi, ealaaah ternyata pengeras suara di taman itu sedang memutarkan lagu kebangsaan negara Thailand, jadilah saya dan donna langsung berdiri dan ikut mengeheningkan cipta sampai lagu tersebut selesai.

waaaww, di sini saya dibuat kagum lagi sama Thailand disamping usaha mereka tetap mempertahankan bangunan-bangunan lama seperti kuil-kuil yang banyak tersebar di Bangkok. bisa dibilang orang Thailand itu mayoritas religius karena hampir dibanyak tempat mereka pasti punya kuil kecil sebagai tempat persembahan untuk dewa-deawa yang disembah, respect. secara geografis, Indonesia dan Thailand sama-sama berada di dekat garis khatulistiwa sehingga kedua negara memiliki musim yang sama. membandingkan Jakarta dengan Bangkok, mungkin hampir tidak ada bedanya. kehidupan yang kontras sangat terlihat di mana gedung-gedung tinggi terus berlomba memamerkan kedigdayaannya sementara di sisi lain kemiskinan kota tersebut juga tidak bisa ditutupi terus menerus. sungai-sungai kecil di Bangkok dan bahkan sungai Chao Praya pun tidak berbeda dengan sungai-sungai kecil di Jakarta yang berwarna hitam dan banyak sampahnya. sampah yang berserakan di trotoar juga tidak berbeda jauh dengan trotoar di Jakarta yang juga terlihat sampah di sana-sini.

tapi, di sinilah kita berbeda. di sinilah perbedaan Jakarta-Bangkok dan Indonesia-Thailand berada. Bangkok memiliki sistem transportasi yang sudah lebih dulu berkembang dibanding Jakarta, di mana mereka memiliki jaringan kereta bawah tanah (MRT) dan kereta layang (BTS). Jakarta berada selangkah di belakang Bangkok dalam hal transportasi massal ini, kita sedang membangun. rasa nasionalisme juga sangat mereka junjung tinggi. terlihat dari hampir setiap bangunan memasang bendera negara mereka sepanjang waktu. ditambah lagi pada jam-jam tertentu diputarkan lagu kebangsaan Thailand dan warganya akan mengheningkan cipta sejenak selama lagu kebangsaan diputar. mereka benar-benar mengheningkan cipta dengan khidmat, tidak bercanda apalagi main-main. semua kegiatan pun mereka hentikan. ah, sepertinya dalam hal urusan nasionalisme kita masih harus belajar banyak juga dari Thailand. 

yup, okay back to the story. setelah lagu kebangsaan Thailand tersebut selesai diputar, warga yang tadinya mengheningkan cipta kembali beraktivitas seperti sebelumnya. saya dan donna pun kembali berjalan menuju hotel yang masih sangat jauh dari taman tersebut. sebenernya udah kepikiran buat naik tuk-tuk, tapi mungkin tidak berjodoh karena tidak ada tuk-tuk yang berhasil kita stop-in. yaudah lah, jalan kaki juga not bad yaa pelan-pelan. lewat Giant Swing lagi dan sempet foto-foto bentar. 

 Giant Swing di bawah senja

1,5 jam jalan kaki akhirnya kita sampai juga di hotel. mandi, istirahat, dan makan malam sambil nonton sinetron Thailand yang bahasanya ngga kita paham walhasil cuma nebak-nebak aja jalan ceritanya, barulah jam 10an kita bobo :D

sekiaan untuk hari ini perjalannya. hari selanjutnya saya tulis dipart 3 yaa. sudah terlalu panjang kalo mau diteruskan sekarang. hehe. semoga masih dipinjemin juga nih laptopnya. maklum laptop saya sendiri sudah innalillahi dan belum ada tanda-tanda kapan penggantinya dibeli. hehe..

happy reading and enjoy~

baca juga:
gals

You Might Also Like

0 comment